BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa
yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh
karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah.
Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang
bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang
menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau
anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.
Sebagai sindrom klinik penderita
thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala
fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang
gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas
mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak
tertarik, maloklusi gigi.
Thalassemia ternyata tidak saja
terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara yang sering
disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama sekali ditemui
pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia banyak dijumpai kasus
thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran
penduduk. Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal
dari Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi
pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut
Protomelayu (Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu
disebut Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat.
Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di
Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.
B. Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi Thalasemia
2. Untuk
mengetahui klasifikasi Thalasemia
3. Untuk
mengetahui etiologi Thalasemia
4. Untuk
mengetahui patofisiologi Thalasemia
5. Untuk
mengetahui gambaran klinis Thalasemia
6. Untuk
mengetahui pemeriksaan diagnostik Thalasemia
7. Untuk
mengetahui penatalaksanaan medik Thalasemia
8. Untuk
mengetahui program terapi Thalasemia
9. Untuk
mengetahui komplikasi Thalasemia
10. Untuk
mengetahui peoses keperawatan Thalasemia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Thalasemia
Thalasemia
adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosom
berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida
hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia
hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, Thalasemia merupakan penyakit
anemi hemolotik, di mana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehinggga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab
kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan
dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang
terdiri dari dua rantai beta. Pada beta thalasemia, pembuatan rantai sangat
terlambat. Kurangnya rantai beta berakibat pada meningkatnya rantau
alphamengalami denaturasi dan presitipasi dalam sel sehingga menimbulkan
kerusakan pada membran sel, yaitu membran sel menjadi lenih permeabel. Sebagai
akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi juga anemia hemoragik. Kelebihan rantai alpha akan
mengurangi stabilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi hemoglobin dan membran
sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
Jenis thalasemia secara klinis dibagi menjadi dua golongan,
yaitu Thalasemia major yang memberikan gejala yang jelas bila dilakukan
pengkajian Thalasemia minor yang sering tidak memberikan gejala yang jelas.
B. Klasifikasi
1) Thalasemia
Alfa
Dimana terjadi
penurunan sintesis alfa. Thalasemia ini
gejala , bahkan tanpa gejala. Keadaan sel darah merahnya mikrositik.
2) Thalasemia
Beta
Merupakan thalasemia
yang sering terjadi, biasanya mempunyai tanda dan gejala berariasi. Thalasemia
Beta dibagi atas;
a. Thalasemia
minor / Thalasemia Trait : ditandai oleh anemia micrositit, bentuk hetorezigot
b. Thalasemia
intermedia : ditandai splenomegali, anemia berat, bentuk Homozigot
c. Thalasemia
Mayor : anemia berat, tidak dapat hidup
tanpa transfuse
C. Patofisiologi
Thalasemia
Normal
hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan dua polipeptida rantai alpha dan dua
rantai beta
Pada
beta Thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
Ada
suatu kompemsuator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai beta
memproduksi scara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin Defektif.
Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia
dan atau hemosiderosis.
Kelebihan
pada rantai alpha ditemukan pada Thalasemia beta dan kelebihan rantai beta dan
gama ditemukan pada Thalasemia alpha. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitase dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositit yang
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpha dan beta,
atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan hens, merusak sampul eritrosit
dan menyebabkan hemoglisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi domenaro
memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada pada domenaro,
produksi RBC diluar menjadi eritropilit aktif. Kompensator produksi RBC secara
terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destrusi RBC,
menimbulkan ttidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
destruksi RBC menyebabkan donemarok menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
D. Etiologi
Thalasemia
Faktor genetik
E. Gambaran
Klinis Thalasemia
Pada
thalasemia mayor gejala klinis telah terlihat sejak anak baru berumur kurang
dari 1 tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik
tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering
dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limpa dan
hati yang muda diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi
gerak si pasien karena kemampuannya terbatas. Limpa yang membesar ini akan
mudah ruptur hanya karena trauma ringan
saja.
Gejala
lain (khas) ialah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang hidung juga lebar. Hal ini
disebabkan oleh adanya gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak.
(Gambaran radiologis tulang memperlihatklan medula yang lebar, korteks tipis
dan trabekula kasar). Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah
sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam
jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan
faal alat-alat tersebut (hemokromatosis).
F. Pemeriksaan
Diagnostik
Hasil
hapusan darah tepi didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositosis,
sel terget (fragmentosit dan banyak sel normolas). Kadar zat besi dalam serum
(SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap zat besi (IBC) menjadi rendah dapat
mencapai nol. Hemoglobin pasien mengandung HbF yang tinggi biasanya lebih
rendah dari 30%. Kadang-kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di
indonesia kira-kira 45% pasien thalasemia juga mempunyai HbE. Pada umumnya
pasien dengan thalasemia HbE maupun HbS secara klinik lebih ringan daripada
thalasemia mayor. Biasanya mereka baru datang berobat/ ke dokter pada umur 4-6
tahun sedangkan thalasemia mayor gejala telah nampak sejak umur 3 bulan.
G. Penatalaksanaan
Medik
Hingga
kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi
darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 g%) atau bila
anak terlihat lemah tak ada nafsu makan. Splenektomi dilakukan pada anak yang
lebih tua dari umur 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa atau hemosiderosis.
Di samping itu diberikan berbagai vitamin, tetapi preparat yang mengandung zat
besi tidak boleh.
H. Program
Terapi
Prinsip terapi pada
anak dengan Thalasemi adalah mencegah terjadinya hipoksia jaringan. Tindakan
yang diperlukan adalah:
1. Transfusi
darah, diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak
terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2. Splenektomi.
Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu
besar sehingga resiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
3. Pemberian
Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4. Pemberian
Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe.
5. Tranplantasi
sumsum tulang untuk anak yang sudah berumur di atas 16 tahun. Di indonesia, hal
ini masih sulit dilaksanakan karna biayanya sangat mahal dan sarananya belum
memadai.
I. Komplikasi
1) Fraktur
patologi
2) Hepatosplenomegali
3) Ganguan
tumbuh kembang
4) Disfungsi
organ
J. Proses
Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas
Klien
2) Keluhan
Utama
Anak biasanya terlihat
lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusainya yang normal.
3) Riwayat
penyakit sekarang
Klien mengatakan tidak
nafsu makan dan kadang sesak nafas
4) Riwayat
penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga
ada yang menderita penyakit thalasemia
5) Pemeriksaan
Fisik
a. Kepala
dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak
mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk
mukanya adalah Mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua
mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
b. Mata
dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
c. Mulut
dan bibir terlihat pucat kehitaman
d. Dada,
pada inspeksi terlihat bahwa dada sebla kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
e. Perut,
kelihatan membuncit pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
(hepatosplemagali)
f. Pertumbuhan
fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB kurang dari normal, ukuran fisik
anak terlihat kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
g. Pertumbuhan
organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas. Ada keterlambatan kematangan
seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis , atau
kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karna adanya
anemi kronik.
h. Kulit,
warna kulit pucat kekuning-kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan
zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis)
2. Diagnosa
Keperawatan
1) Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting
untuk menghantarkan oksigen zat nutrisi ke sel.
2) Tidak
toleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan
pemakaian dan suplai oksigen
3) Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan
4) Tidak
efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi
keluarga.
3. Intervensi
Keperawatan
1) Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting
untuk menghantarkan oksigen zat nutrisi ke sel.
v Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam terdapat peningkatan perfusi jaringan
v Kriteria
hasil
·
Klien menunjukan perfusi yang adekuat
seperti: pengisian kapiler baik, haluaran urin adekuat, membrane mukosa merah
muda, akral hangat
·
Tidak ada nyeri ekstremitas yang
terlokalisasi
·
Suhu ekstremitas hangat
·
Tingkat sensasi normal
v Rencana
tindakan keperawatan
a) Monitor
tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit membran mukosa
·
Rasional: Memberi informasi tentang
derajat / keadekuatan perfusi jaringan dan membantu kebutuhan intervensi.
b) Tinggikan
posisi kepala ditempat tidur
·
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
c) Periksa
dan dokumentasi adanya rasa nyeri
·
Rasional: Iskemia seluler mempengaruhi
miokardial
d) Observasi
adanya keterlambatan respon ferbal, kebingungan atau gelisa
·
Rasional: Dapat mengindikasikan gangguan
fungsi cerebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin B12.
e) Observasi
dan dokumentasi adanya rasa dingin
·
Rasional: Vasokontriksi ke organ vital
menurunkan sirkulasi perifer
f) Pertahankan
suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh
·
Rasional: Memaksimalkan transfer oksigen
ke jaringan
g) Berikan
oksigen sesuai kebutuhan
·
Rasional: memantau kadar oksegenasi
2) Tidak
toleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan
pemakaian dan suplai oksigen.
v Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien
menunjukan peningkatan toleransi aktivitas
v Kriteria
hasil
·
Klien mengetahui penyebab intoleransi
aktivitas
·
Klien mampu mengidentifikasi aktivitas
dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkonstribusi pada
intoleransi aktivitas
·
Klien dapat beraktivitas sesuai dengan
kemampuan
·
Tanda-tanda vital dalam batas normal
·
Klien tidak menunjukan tanda-tanda
keletihan
v Rencana
tindakan keperawatan
a) Nilai
kemampuan anak dalam melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas
perkembangan anak
·
Rasional: Manifestasi kardiopulmonal
dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
b) Monitor
tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktifitas dan catat adanya
respon fisiologis terhadap aktifitas (peningkatan denyut jantung, peningkatan
tekanan darah, atau nafas cepat)
·
Rasional: Rangsangan /stress
kardiopulmonal berlebihan dapat menimbulkan dekompensasi/kegagalan.
c) Berikan
informasi kepada klien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktifitas jika
terjadi gejala-gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah,
nafas cepat, pusing, atau kelelahan
·
Rasional: Membantu dan member dukungan.
d) Berikan
dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan
kemampuan anak.
·
Rasional: Mempertahankan tingkat energj
dan meningkatkan regangan pada sistem jantung dan pernapasan.
e) Ajarkan
kepada orang tua teknik memberikan reinforsemen terhadap partisipasi anak
dirumah
·
Rasional: memotivasi anak untuk terus
beraktifitas sesuai kondisinya
f) Buat
jadwal aktifitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
·
Rasional: mempertahankan tingkat energi
anak
g) Jelaskan
dan berikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan
aktifitas, memonitor kemampuan melakukan aktifitas secara berkala dan jelaskan
kepada orang tua dan sekolah.
·
Rasional: mengawasi kondisi fisik anak
terhadap aktifitas yang berat
3) Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan
v Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi sesuai
dengan kebutuhan tubuh.
v Kriteria
hasil
·
Keluarga mengetahui penyebab perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
·
Klien menunjukan peningkatan BB dan/atau
mempertahankan BB yang stabil
·
Keadaan umum membaik
·
Dapat menghabiskan porsi makan yang
diberikan
·
Tidak mengalami tanda malnutrisi
v Rencana
tindakan keperawatan
a) Ijinkan
anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
·
Rasional: Meningkatkan pemasukan protein
dan kalori.
b) Beri
makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas
intake nutrisi
·
Rasional: Makanan dapat menurunkan
kelemahan dan meningkatkan pemasukan, juga mencegah distensi gaster.
c) Izinkan
anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
·
Rasional: meningkatkan nafsu makan anak
d) Evaluasi
berat badan anak setiap hari
·
Rasional: Membantu membuat rencana diet.
4) Tidak
efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi
keluarga.
v Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit, diharapkan koping
keluarga efektif.
v Kriteria
hasil
·
Keluarga menerima kondisi anaknya
·
Keluarga dapat beadaptasi dengan
penyakit yang diderita anaknya
v Rencana
tindakan keperawatan
a) Berikan
dukungan pada keluarga dan jelaskan kondisi anak sesuai dengan realita yang ada
·
Rasional: Keluarga paham dengan kondisi
anak dan dapat menerima sesuai keadaan
b) Bantu
orang tua anak untuk mengembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian
terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak
·
Rasional: memudahkan anak beradaptasi
dengan penyakitnya.
c) Berikan
dukungan pada keluarga untuk mengembangkan harapan realistis terhadap anak
·
Rasional: Dukungan keluarga terhadap
anak dapat meningktkan harapan anak
d) Analisa
sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber dimasyarakat (pengobatan,
keuangan, sosial)
·
Rasional: untuk membantu proses
penyesuaian keluarga terhadap anak.
4. Implementasi
Diagnosa 1
a) Memonitor
tanda-tanda vital
b) Meninggikan
posisi kepala ditempat tidur
c) Memeriksa
dan dokumentasi adanya rasa nyeri
d) Mengobservasi
adanya kebingungan atau gelisa dan mendokumentasi adanya rasa dingin
e) Memberikan
oksigen sesuai kebutuhan
v Hasil
yang diharapkan: Klien akan menunjukan tanda-tanda perfusi jaringan yang
adekuat
Diagnosa 2
a) Menilai
kemampuan anak dalam melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas
perkembangan anak
b) Memonitor
tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktifitas dan mencatat adanya
respon fisiologis terhadap aktifitas (peningkatan denyut jantung, peningkatan
tekanan darah, atau nafas cepat)
c) Memberikan
informasi kepada klien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktifitas jika
terjadi gejala-gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah,
nafas cepat, pusing, atau kelelahan
d) Memerikan
dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan
kemampuan anak.
e) Mengajarkan
kepada orang tua teknik memberikan reinforsemen terhadap partisipasi anak
dirumah
f) Membuat
jadwal aktifitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan
lain.
g) Menjelaskan
dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam
melakukan aktifitas, memonitor kemampuan melakukan aktifitas secara berkala dan
jelaskan kepada orang tua dan sekolah.
Diagnosa 3
a) Mengijinkan
anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak
b) Memberi
makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas
intake nutrisi
c) Mengizinkan
anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
d) Mengevaluasi
berat badan anak setiap hari
Diagnosa 4
a) Memberikan
dukungan pada keluarga dan jelaskan kondisi anak sesuai dengan realita yang ada
b) membantu
orang tua anak untuk mengembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian
terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak
c) Memberikan
dukungan pada keluarga untuk mengembangkan harapan realistis terhadap anak
d) Menganalisa
sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber dimasyarakat (pengobatan,
keuangan, sosial) untuk membantu proses penyesuaian keluarga terhadap anak.
5. Evaluasi
1) Perfusi
jaringan adekuat
2) Anak
tetap toleran terhadap aktifitas
3) Terpenuhi
kebutuhan nutrisi yang adekuat
4) Keluarga
mengetahui dan dapat mengendalikan stres yang terjadi