Jumat, 05 April 2013

Keperawatn Anak Thalasemia


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.
            Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.
            Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama sekali ditemui pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk. Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu (Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.
B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi Thalasemia
2.      Untuk mengetahui klasifikasi Thalasemia
3.      Untuk mengetahui etiologi Thalasemia
4.      Untuk mengetahui patofisiologi Thalasemia
5.      Untuk mengetahui gambaran klinis Thalasemia
6.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Thalasemia
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan medik Thalasemia
8.      Untuk mengetahui program terapi Thalasemia
9.      Untuk mengetahui komplikasi Thalasemia
10.  Untuk mengetahui peoses keperawatan Thalasemia





























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Thalasemia
Thalasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, Thalasemia merupakan penyakit anemi hemolotik, di mana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehinggga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
      Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari dua rantai beta. Pada beta thalasemia, pembuatan rantai sangat terlambat. Kurangnya rantai beta berakibat pada meningkatnya rantau alphamengalami denaturasi dan presitipasi dalam sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membran sel menjadi lenih permeabel. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi juga  anemia hemoragik. Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi hemoglobin dan membran sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
      Jenis thalasemia secara klinis dibagi menjadi dua golongan, yaitu Thalasemia major yang memberikan gejala yang jelas bila dilakukan pengkajian Thalasemia minor yang sering tidak memberikan gejala yang jelas.
B.     Klasifikasi
1)      Thalasemia Alfa
Dimana terjadi penurunan sintesis alfa. Thalasemia ini  gejala , bahkan tanpa gejala. Keadaan sel darah merahnya mikrositik.
2)      Thalasemia Beta
Merupakan thalasemia yang sering terjadi, biasanya mempunyai tanda dan gejala berariasi. Thalasemia Beta dibagi atas;
a.       Thalasemia minor / Thalasemia Trait : ditandai oleh anemia micrositit, bentuk hetorezigot
b.      Thalasemia intermedia : ditandai splenomegali, anemia berat, bentuk Homozigot
c.       Thalasemia Mayor  : anemia berat, tidak dapat hidup tanpa transfuse
C.     Patofisiologi Thalasemia
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan dua polipeptida rantai alpha dan dua rantai beta
Pada beta Thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
Ada suatu kompemsuator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai beta memproduksi scara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin Defektif. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada Thalasemia beta dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada Thalasemia alpha. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitase dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositit yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpha dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan hens, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemoglisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi domenaro memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada pada domenaro, produksi RBC diluar menjadi eritropilit aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destrusi RBC, menimbulkan ttidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan donemarok menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
D.    Etiologi Thalasemia
Faktor genetik
E.     Gambaran Klinis Thalasemia
Pada thalasemia mayor gejala klinis telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limpa dan hati yang muda diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak si pasien karena kemampuannya terbatas. Limpa yang membesar ini akan mudah ruptur hanya karena trauma  ringan saja.
Gejala lain (khas) ialah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang hidung juga lebar. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak. (Gambaran radiologis tulang memperlihatklan medula yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar). Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat-alat tersebut (hemokromatosis).
F.      Pemeriksaan Diagnostik
Hasil hapusan darah tepi didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositosis, sel terget (fragmentosit dan banyak sel normolas). Kadar zat besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap zat besi (IBC) menjadi rendah dapat mencapai nol. Hemoglobin pasien mengandung HbF yang tinggi biasanya lebih rendah dari 30%. Kadang-kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di indonesia kira-kira 45% pasien thalasemia juga mempunyai HbE. Pada umumnya pasien dengan thalasemia HbE maupun HbS secara klinik lebih ringan daripada thalasemia mayor. Biasanya mereka baru datang berobat/ ke dokter pada umur 4-6 tahun sedangkan thalasemia mayor gejala telah nampak sejak umur 3 bulan.
G.    Penatalaksanaan Medik
Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 g%) atau bila anak terlihat lemah tak ada nafsu makan. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari umur 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa atau hemosiderosis. Di samping itu diberikan berbagai vitamin, tetapi preparat yang mengandung zat besi tidak boleh.
H.    Program Terapi
Prinsip terapi pada anak dengan Thalasemi adalah mencegah terjadinya hipoksia jaringan. Tindakan yang diperlukan adalah:
1.      Transfusi darah, diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2.      Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga resiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
3.      Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4.      Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe.
5.      Tranplantasi sumsum tulang untuk anak yang sudah berumur di atas 16 tahun. Di indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karna biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
I.       Komplikasi
1)      Fraktur patologi
2)      Hepatosplenomegali
3)      Ganguan tumbuh kembang
4)      Disfungsi organ
J.       Proses Keperawatan
1.      Pengkajian
1)      Identitas Klien
2)      Keluhan Utama
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusainya yang normal.
3)      Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan tidak nafsu makan dan kadang sesak nafas
4)      Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga ada yang menderita penyakit thalasemia
5)      Pemeriksaan Fisik
a.       Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah Mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
b.      Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
c.       Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
d.      Dada, pada inspeksi terlihat bahwa dada sebla kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
e.       Perut, kelihatan membuncit pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (hepatosplemagali)
f.       Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB kurang dari normal, ukuran fisik anak terlihat kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
g.      Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas. Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis , atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karna adanya anemi kronik.
h.      Kulit, warna kulit pucat kekuning-kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis)
2.      Diagnosa Keperawatan
1)      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen zat nutrisi ke sel.
2)      Tidak toleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen
3)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan
4)      Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga.
3.      Intervensi Keperawatan
1)      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen zat nutrisi ke sel.
v  Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam terdapat peningkatan perfusi jaringan
v  Kriteria hasil
·         Klien menunjukan perfusi yang adekuat seperti: pengisian kapiler baik, haluaran urin adekuat, membrane mukosa merah muda, akral hangat
·         Tidak ada nyeri ekstremitas yang terlokalisasi
·         Suhu ekstremitas hangat
·         Tingkat sensasi normal
v  Rencana tindakan keperawatan
a)      Monitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit membran mukosa
·         Rasional: Memberi informasi tentang derajat / keadekuatan perfusi jaringan dan membantu kebutuhan intervensi.
b)      Tinggikan posisi kepala ditempat tidur
·         Rasional: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
c)      Periksa dan dokumentasi adanya rasa nyeri
·         Rasional: Iskemia seluler mempengaruhi miokardial
d)     Observasi adanya keterlambatan respon ferbal, kebingungan atau gelisa
·         Rasional: Dapat mengindikasikan gangguan fungsi cerebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin B12.
e)      Observasi dan dokumentasi adanya rasa dingin
·         Rasional: Vasokontriksi ke organ vital menurunkan sirkulasi perifer
f)       Pertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh
·         Rasional: Memaksimalkan transfer oksigen ke jaringan
g)      Berikan oksigen sesuai kebutuhan
·         Rasional: memantau kadar oksegenasi
2)      Tidak toleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
v  Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien menunjukan peningkatan toleransi aktivitas
v  Kriteria hasil
·         Klien mengetahui penyebab intoleransi aktivitas
·         Klien mampu mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkonstribusi pada intoleransi aktivitas
·         Klien dapat beraktivitas sesuai dengan kemampuan
·         Tanda-tanda vital dalam batas normal
·         Klien tidak menunjukan tanda-tanda keletihan
v  Rencana tindakan keperawatan
a)      Nilai kemampuan anak dalam melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak
·         Rasional: Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
b)      Monitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktifitas dan catat adanya respon fisiologis terhadap aktifitas (peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat)
·         Rasional: Rangsangan /stress kardiopulmonal berlebihan dapat menimbulkan dekompensasi/kegagalan.
c)      Berikan informasi kepada klien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktifitas jika terjadi gejala-gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing, atau kelelahan
·         Rasional: Membantu dan member dukungan.
d)     Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuan anak.
·         Rasional: Mempertahankan tingkat energj dan meningkatkan regangan pada sistem jantung dan pernapasan.
e)      Ajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforsemen terhadap partisipasi anak dirumah
·         Rasional: memotivasi anak untuk terus beraktifitas sesuai kondisinya
f)       Buat jadwal aktifitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
·         Rasional: mempertahankan tingkat energi anak
g)      Jelaskan dan berikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan aktifitas, memonitor kemampuan melakukan aktifitas secara berkala dan jelaskan kepada orang tua dan sekolah.
·         Rasional: mengawasi kondisi fisik anak terhadap aktifitas yang berat
3)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan
v  Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
v  Kriteria hasil
·         Keluarga mengetahui penyebab perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
·         Klien menunjukan peningkatan BB dan/atau mempertahankan BB yang stabil
·         Keadaan umum membaik
·         Dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan
·         Tidak mengalami tanda malnutrisi
v  Rencana tindakan keperawatan
a)      Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
·         Rasional: Meningkatkan pemasukan protein dan kalori.
b)      Beri makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
·         Rasional: Makanan dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan, juga mencegah distensi gaster.
c)      Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
·         Rasional: meningkatkan nafsu makan anak
d)     Evaluasi berat badan anak setiap hari
·         Rasional: Membantu membuat rencana diet.
4)      Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga.
v  Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit, diharapkan koping keluarga efektif.
v  Kriteria hasil
·         Keluarga menerima kondisi anaknya
·         Keluarga dapat beadaptasi dengan penyakit yang diderita anaknya
v  Rencana tindakan keperawatan
a)      Berikan dukungan pada keluarga dan jelaskan kondisi anak sesuai dengan realita yang ada
·         Rasional: Keluarga paham dengan kondisi anak dan dapat menerima sesuai keadaan
b)      Bantu orang tua anak untuk mengembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak
·         Rasional: memudahkan anak beradaptasi dengan penyakitnya.
c)      Berikan dukungan pada keluarga untuk mengembangkan harapan realistis terhadap anak
·         Rasional: Dukungan keluarga terhadap anak dapat meningktkan harapan anak
d)     Analisa sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber dimasyarakat (pengobatan, keuangan, sosial)
·         Rasional: untuk membantu proses penyesuaian keluarga terhadap anak.
4.      Implementasi
Diagnosa 1
a)      Memonitor tanda-tanda vital
b)      Meninggikan posisi kepala ditempat tidur
c)      Memeriksa dan dokumentasi adanya rasa nyeri
d)     Mengobservasi adanya kebingungan atau gelisa dan mendokumentasi adanya rasa dingin
e)      Memberikan oksigen sesuai kebutuhan
v  Hasil yang diharapkan: Klien akan menunjukan tanda-tanda perfusi jaringan yang adekuat
Diagnosa 2
a)      Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak
b)      Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktifitas dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktifitas (peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat)
c)      Memberikan informasi kepada klien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktifitas jika terjadi gejala-gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing, atau kelelahan
d)     Memerikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuan anak.
e)      Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforsemen terhadap partisipasi anak dirumah
f)       Membuat jadwal aktifitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
g)      Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan aktifitas, memonitor kemampuan melakukan aktifitas secara berkala dan jelaskan kepada orang tua dan sekolah.
Diagnosa 3
a)      Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak
b)      Memberi makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
c)      Mengizinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
d)     Mengevaluasi berat badan anak setiap hari
Diagnosa 4
a)      Memberikan dukungan pada keluarga dan jelaskan kondisi anak sesuai dengan realita yang ada
b)      membantu orang tua anak untuk mengembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak
c)      Memberikan dukungan pada keluarga untuk mengembangkan harapan realistis terhadap anak
d)     Menganalisa sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber dimasyarakat (pengobatan, keuangan, sosial) untuk membantu proses penyesuaian keluarga terhadap anak.
5.      Evaluasi
1)      Perfusi jaringan adekuat
2)      Anak tetap toleran terhadap aktifitas
3)      Terpenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
4)      Keluarga mengetahui dan dapat mengendalikan stres yang terjadi